Jumat, 28 Agustus 2009


Ini adalah poster anti woman trafficking yang saya buat dalam rangka LSPR Against Woman Trafficking Awareness Day pada 23 Juni 2009, dan memenangkan juara kedua dalam “Against Woman Trafficking Poster Design Competition”


Berikut adalah poster dan backdrop yang saya buat untuk event TelePC, sebuah Talent Show, exhibition dan mini concert yang dibuat oleh kelas MC 10-5b dan 10-6B sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Kapita Selekta.



Backdrop Panggung


Poster

4C Recruitment Poster

Poster ini saya buat untuk perekrutan anggota 4C (Climate Change Champions Club), sebuah klub yang peduli tentang isu perubahan iklim.


Rabu, 08 April 2009

My Curriculum Vitae


Personal Data
Name: Alta Windiana
Address: Jl. Cipinang Jaya AA no. B23
Jakarta Timur 13410
Place & Date of Birth: Jakarta, 22 June 1988


Formal Education
1994-2000: SDK IV BPK Penabur Jakarta
2000-2003: SMPK V BPK Penabur Jakarta
2003-2006: SMAK VII BPK Penabur Jakarta
2006-present: STIKOM The London School of Public Relations Jakarta, majoring in Mass Communications.

Activities
1998 - Present: Dance in Namarina Dance Academy
2000: Majelis Perwakilan Kelas (MPK-Class Repsresentation Board) in SMAK VII BPK Penabur Jakarta
2003: Kader Kesehatan Remaja (KKR-Youth Health Trainee) in SMAK VII BPK Penabur Jakarta
2008: - Head of Publicity Division for class MC 10-5B in The 4th Theatre Festival in The London School of Public Relation Jakarta.
- Volunteer at Autism Awareness Festival held in September 2008 by “London School Cares sor Autism”
- Student League Officer in LSPR Club Student League.
- Designer and Officer in LSPR 4C Club (Climate Change Champions Club)

Skills
- Computer literate, able to work using Microsoft Office, Adobe Photoshop, and Adobe InDesign.
- Fluent in English, both written and spoken
(own a City and Guilds Level 1 Certificate in English for Business Communication, First Class Pass - enclosed)
- Interpersonal communication skills


City and Guilds Certificate for English For Business

Performance of Dramatic Literature - Little Women



Pada mata kuliah Performance of Dramatic Literature, kelas kami ditugaskan untuk membuat sebuah drama. Kami memilih judul Little Women. Disini saya mempunyai posisi sebagai publicity desainer dan dancer. Berikut hasil-hasil desain saya bersama tim creative saya:

Poster:

Tiket:


Bookmark:
Pin:


Committee's Nametag:

Program Book:








Photography Communication - Third Semestre


TUGAS FOTOGRAFI:
FRONT LIGHT, SILUET, BACKLIBHT, SIDE LIGHT, FREEZE AND BLUR.


Front Light: ISO 100; f.5.0; 1/500



Backlight Siluet: ISO 100; f.4.0; 1/600



Backlight Normal: ISO 100; f.8.0; 1/500



Side Light:ISO 100; f.8.0; 1/500 Slide 53




Freeze: ISO 100; f.8.0, 1/500





Blur: ISO 100; f.8.0; 1/30

Indonesian Legal System Assignment - Hukum Acara Perdata

BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang
Hukum acara perdata ialah rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan perkara-perkara keperdataan dalam arti luas (meliputi juga hukum dagang dan cara-cara melaksanakan putusan-putusan (vonnis) hakim juga diambil bedasarkan peraturan-peraturan tersebut; dapat juga disebut rangkaian peraturan-peraturan hukum tentang cara-cara memelihara dan mempertahankan hukum perdata material.
Hukum Acara Perdata di Indonesia mengalami proses kodifikasi. Pelaksanaan hukum acara ini pun sebagian besar menggunakan Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui. Hukum ini juga menyangkut asas-asas yang mendasarinya serta berbagai pelaksanaan hukum ini di Indonesia.
Di dalam hukum ini juga dijelaskan mengenai alat-alat pembuktian hukum sesuai yang tertera dalam Hukum Acara Perrdata. Di Indonesia sendiri, banyak terjadi kasus-kasus yang berkaitan dengan Hukum Acara Perdata ini. Seringklali juga melibatkan pejabat negara, seperti kasus yang terjadi pada Halimah dan suaminya, Bambang.

1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah definisi dari hukum acara perdata?
2. Dari manakah sumber hukum acara perdata?
3. Apakah azas hukum acara perdata?
4. Bagaimanakah pelaksanaan hukum acara perdata?
5. Bagaimanakah pembuktian dalam hukum acara perdata?



1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari hukum acara perdata
2 Untuk mengetahui sumber hukum acara perdata
3 Untuk mengetahui azas hukum acara perdata
4 Untuk mengetahui pelaksanaan hukum acara perdata
5 Untuk mengetahui pembuktian dalam hukum acara perdata

Metode
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah dengan studi pustaka, di mana kami mencari sumber-sumber berupa buku-buku yang berhubungan dengan Hukum Acara. Selain itu, kami juga mencari referensi tambahan dari internet.





BAB II
ISI


2.1 Definisi Hukum Acara Perdata
Dalam berbagai literatur Hukum Acara Perdata, terdapat berbagai macam definisi Hukum Acara Perdata ini dari para ahli (sarjana), yang satu sama lain merumuskan berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengandung tujuan yang sama.
Wirdjono Prodjodikoro (1976 : 43) menyatakan bahwa Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata.
Sudikno Mertokusumo (1993 : 2), menyatakan bahwa Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya Hukum Materiil dengan perantaraan hakim”.
Soepomo (1958 : 4) dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri” meskipun tidak memberikan batasan, tetapi dengan menghubungkan tugas hakim, menjelaskan. Dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata, menetapkan apa yang ditetapkan oleh hukum dalam suatu perkara.

2.2 Sumber Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdat di Indonesia bersumber pada 3 kodifikasi hukum, yakni:
a) Reglemen Hukum Acara Perdata, yang berlaku bagi golongan Eropa di Jawa dan Madura ( Reglemen op de Burgerlijke Rechtsvordering)
b) Reglemen Indonesia yang Dibaharui (RIB), yang berlaku bagi golongan Indonesia di Jawa dan Madura (Herziene Inlandsch Reglement = H.I.R.); sekarang untuk hokum acara pidana diganti oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
c) Reglemen hukum untuk Daerah Seberang, yang berlaku bagi peradilan Eropa dan Indonesia di daerah luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten)

Dalam kenyataan pelaksanaan hukum oleh pengadilan dewasa ini, sebagian besar digunakan RIB bagi seluruh Indonesia. Apabila ada hal-hal yang tidak diatur dalam RIB, maka pengadilan mempergunakan aturan-aturan dari Reglement Hukum Acara Perdata.


2.3 Azas Hukum Acara Perdata
Berikut beberapa azas dari Hukum Acara Perdata yang lazim dan sudah banyak dipergunakan dalam Peradilan Perdata. Azas itu terdiri atas:
a. Hakim bersifat menunggu (pasif)
- Yang bekepentinganlah yang mengajukan, hakim menunggu (index ne procedat ex officio). (Vide, pasal 118 HIR, 142 RBG).
- Ruang lingkup dan luas pokok sengketa ditentukan para pihak.
- Para pihak dapat mengakhiri sendiri sengketa, sedangkan hakim tidak. (Vide, pasal 130 HIR, 154 RBG).
- Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang memutus lebih dari yang dituntut. (Vide, pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR). (beda dengan pidana bisa lebih berat).
- Para pihak yang harus membuktikan.

b. Sifat terbukanya persidangan
- Sidang terbuka untuk umum
- Jika putusan tidak dibaca didepan umum berarti tidak sah dan dapat batal demi hukum.

c. Hakim harus mendengar kedua belah pihak (Vide, pasal 132a, 121 ayat (2) HIR).

d. Putusan disertai alasan-alasan
- Harus disertai alasan putusan (pasal 315 HIR) jika tidak maka bisa banding/kasasi.

e. Beracara dikenakan biaya
- Berperkara kena biaya (Pasal 121 ayat (4), 182, 183 HIR).
- Yang tidak mampu, bisa gratis/prodeo (Pasal 237 HIR)

f. Tidak ada keharusan mewakilkan
- Para pihak tidak diwajibkan mewakilkan, tetapi dapat juga dengan kuasanya (Pasal 123 HIR).

2.4 Pelaksanaan Hukum Acara Perdata

Adapun pelaksanaan acara perdata secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: Pihak penggugat (yang dirugikan) mengajukan surat gugatan kepada Kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat. Berdasarkan surat gugatan tersebut, Juru Sita menyampaikan sebuah surat pemberitahuan kepada pihak tergugat (yang menimbulkan kerugian) yang isi pokoknya menyatakan, bahwa pihak tergugat harus datang menghadap ke Kantor Pengadilan untuk diperiksa oleh hakim dalam suatu perkara keperdataan seperti yang disebutkan dalam surat pemberitahuan tersebut.
Untuk menguruskan suatu perkara perdata di Pengadilan, pihak penggugat dapat juga memintakan bantuan jasa (perantaraan) seorang Pengacara atau Pembela (Advokat). Tata cara mengajukan gugatan haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, karena jika tidak ada gugatan yang diajukan itu akan menjadi tidak sah.
Pada masa sekarang, berdasarkan surat gugatan dari pihak penggugat, hakim memanggil kedua pihak (penggugat dan tergugat) untuk datang menghadap ke sidang pengadilan yang akan melakukan pemeriksaan dalam perkara perdata seperti yang dijelaskan dalam surat gugatan tersebut.
Pengajuan permohonan gugatan oleh penggugat dilakukan baik secara tertulis di atas kertas yang bermeterai, maupun disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Pada waktu mengajukan surat gugatan, pihak penggugat diharuskan membayar sejumlah uang yang telah ditentukan kepada Panitera Pengadilan Negeri untuk ongkos perkara yang bersangkutan, namun dapat juga dibebaskan jika penggugat tersebut tidak mampu membayar.
Apabila kedua pihak telah hadir pada hari yang ditentukan, maka hakim akan membuka sidang pengadilan. Mula-mula dalam sidang pengadilan itu, Ketua Majelis berusaha untuk mendamaikan kedua pihak yang bersengketa. Jika tercapai perdamaian, maka dibuatlah akte perdamaian yang isinya harus dilaksanakan oleh kedua pihak tersebut.
Namun jika pihak-pihak yang berperkara itu tidak dapat didamaikan lagi, maka hakim lalu membacakan surat gugatan yang telah diajukan oleh penggugat, dan kemudian setelah itu hakim memeriksa baik penggugat maupun tergugat. Selama pemeriksaan masih berlangsung, masing-masing pihak diperkenankan mengajukan saksi-saksi untuk menguatkan kebenarannya. Sebelum memeberi kesaksiannya, para saksi itu terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.
Ketua Pengadilan setelah selesai mendengarkan dan mempertimbangkan segala sesuatu berkenaan dengan perkara tersebut (keterangan-keterangan kedua pihak yang berperkara, saksi-saksi, dan bukti-bukti yang dikemukakan dalam sidang pengasilan), maka Ketua Pengadilan memutuskan siapa yang benar, yang sifatnya menerima gugatan dan berarti penggugat yang menang, ataupun menolak gugatan yang berarti pihak penggugat yang dikalahkan. Pihak yang dikalahkan wajib membayar ongkos-ongkos perkara.
Putusan hakim Pengadilan Negeri itu masih dapat dimintakan banding (appel) kepada Pengadilan Tinggi.
Dalam hal pihak penggugat atau pembelanya menganggap Pengadilan Negeri tidaka berwenang untuk memeriksa perkaranya, ia dapat mengajukan perlawanan (eksepsi).
Hakim pengadilan dapat mengadili dan memutuskan suatu perkara tanpa hadirnya pihak tergugat, dalam hal pihak tergugat tidak hadir pada hari pemeriksaan walaupun ia telah dipanggil dengan sepatutnya.
Pihak tergugat sebagai terhukum dapat pula mengajukan perlawanan (verzet) terhadap putusan hakim pengadilan tanpa hadirnya tergugat. Putusan yang dijatuhkan hakim tanpa hadirnya pihak tergugat, disebuit putusan verstek (verstek vonnis).
Adapun putusan hakim pengadilan dalam bidang keperdataan dapat merupakan:
a) Keputusan Deklarator
Adalah keputusan yang menguatkan terhadapa hak seseorang. Contoh: hakim menetapkan bahwa pihak yang berhak atas barang yang disengketakan itu adalah tergugat atau penggugat.
b) Keputusan Konstitutif
Adalah keputusan yang menumbulkan hukum baru. Contoh: hakim yang membatalkan suatu perjanjian maka antara pihak-pihak yang bersangkutan timbul keadaan hukum baru, misalnya harus saling mengembalikan barang-barang dan uang yang telah diterima masing-masing.
c) Keputusan Kondemnator
Adalah keputusan penetapan hukuman terhadap salah satu pihak. Contoh: pihak terhukum harus menyerahkan barang-barangnya kembali atau pihak terhukum tidak dibolehkan mendirikan bangunan dan sebagainya.

2.5 Pembuktian

2.5.1 Teori Pembuktian

Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., guru besar FH-UGM, kata “membuktikan” mengandung beberapa pengertian:
1. Membuktikan dalam arti logis atau ilmiah
Membuktikan berarti memberikan kepastian mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.
2. Membuktikan dalam arti konvensionil
Membuktikan berarti memberikan kepastian yang nisbi/relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan:
- kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka/bersifat instuitif (conviction intime)
- kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal (conviction raisonnee)
3. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis
Pembuktian secara yuridis adalah pembuktian ”historis” yang mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkreto. Baik pembuktian yang yuridis maupun yang ilmiah, maka membuktikan pada hakekatnya berarti mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa tertentu dianggap benar.
Membuktikan dalam arti yuridis berarti memberikan dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan.
Berbeda dengan azas yang terdapat pada hukum acara pidana, dimana seseorang tidak boleh dipersalahkan telah melakukan tindak pidana, kecuali apabila berdasarkan buki-bukti yang sah hakim memperoleh keyakinan tentang kesalahan terdakwa. Dalam hukum acara perdata untuk memenangkan seseorang, tidak perlu adanya keyakinan hakim. Yang penting adalah adanya alat-alat bukti yang sah, dan berdasarkan alat-alat bukti tersebut hakim akan mengambil keputusan tentang siapa yang menang dan siapa yang kalah.



2.5.2 Prinsip-Prinsip Pembuktian
Dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat mengiginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila berhasil, maka gugatannya akan dikabulkan.
Tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya, untuk dalil-dalil yang tidak disangkal, apabila diakui sepenuhnya oleh pihak lawan, maka tidak perlu dibuktikan lagi.
• hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diakui
• hal-hal/keadaan-keadaan yang tidak disangkal
• hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diketahui oleh khalayak ramai (notoire feiten/fakta notoir). Atau hal-hal yang secara kebetulan telah diketahui sendiri oleh hakim. Fakta notoir misalnya, bahwa pada hari Minggu semua kantor pemerintah tutup, dan bahwa harga tanah di Jakarta lebih mahal dari di desa.

2.5.3 Alat-alat Bukti

Menurut KUHS pasal 1865 dab RIB pasal 163, bahwa barang siapa menyatakan mempunyai hak atau menyebutkan sesuatu peristiwa, maka ia harus membuktikan adanya hak itu atau adanya peristiwa tersebut.
Berhubungan dengan itu dalam Hukum Acara Perdata dikenal dengan 5 macam alat pembuktian (cara pembuktian) yaitu :
a. Bukti Tertulis
b. Bukti Saksi / Kesaksian
c. Persangkaan
d. Pengakuan
e. Sumpah
Berikut Keterangan selengkapnya:
1. Alat bukti tertulis atau surat-surat
Surat-surat dapat dibagi dalam surat-surat akte dan surat-surat lain.
Surat akte
ialah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akte harus selalu ditandatangani.
Surat akte dibagi 2 yaitu:
1. Suatu akte resmi (authentiek) ialah suatu akte yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akte tesebut. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, jurusita pada suatu pengadilan, Pegawai Pencatatan Sipil, dsb.
2. Suatu akte di bawah tangan (onderhands) ialah tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan perantara seorang pejabat umum. Misalnya, surat perjanjian jual-beli atau sewa menyewa yang dibuat sendiri dan ditandatangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu..
Tulisan-Tulisan Lain
Tulisan lain merupakan tulisan yang bukan akte seperti surat, faktur, catatan yang dibuat oleh suatu pihak, dsb. Yang kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim, hakim leluasa untuk mempercayai atau tidak mempercayai kebenarannya.

2. Kesaksian
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salahsatu pihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan. Suatu kesaksian, harus mengenai peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang adanya peristiwa dari orang lain.
Dalam proses peradilan perkara perdata dikenal adanya Testimonium de auditu yaitu keterangan saksi yang diperolehnya dari pihak lain yang melihat dan mengetahui adanya suatu peristiwa namun pihak yang mengetahui tersebut tidak bersaksi di pengadilan melainkan menceritakan pengetahuannya kepada saksi. Misalnya, pihak ketiga mengetahui secara langsung bahwa kedua belah pihak yang berperkara pernah mengadakan perjanjian hutang piutang. Kemudian pihak ketiga ini menceritakan pengetahuannya kepada saksi. Di persidangan saksi memberikan kesaksian bahwa ia mendengar dari pihak ketiga bahwa telah terjadi perjanjian utang piutang antara kedua belah pihak.
3. Persangkaan
Persangkan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang dibuktikan juga telah terjadi
Persangkaan ada 2, yaitu:
1. Persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang (watterlijk vermoeden),
Pada hakekatnya merupakan suatu pembebasan dari kewajiban membuktikan suatu hal untuk keuntungan salah satu pihak yang berperkara. Misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa rumah yang berturut-turut. Menurut UU menimbulkan suatu persangkaan, bahwa uang sewa untuk waktu yang sebelumnya juga telah dibayar olehnya.
2. Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden)
Terdapat pada pemeriksaan suatu perkara dimana tidak terdapat saksi-saksi yang dengan mata kepalanya sendiri telah melihat peristiwa itu. Misalnya, dalam suatu perkara dimana seorang suami mendakwa istrinya berbuat zina dengan lelaki lain. Hal ini tentunya sangat sukar memperoleh saksi-saksi yang melihat dengan mata kepalanya sendiri perbuatan zina itu. Akan tetapi, jika ada saksi-saksi yang melihat si istri itu menginap dalan satu kamar dengan seorang lelaki sedangkan didalam kamar tersebut hanya ada satu buah tempat tidur saja, maka dari keterangan saksi-saksi itu hakim dapat menetapkan suatu persangkaan bahwa kedua orang itu sudah melakukan perbuatan zina. Dan memang dalam perbuatan zina itu lazimnya hanya dapat dibuktikan dengan persangkaan.
4. Pengakuan
Pengakuan dapat diberikan dimuka hakim di persidangan atau diluar persidangan. Pengakuan dimuka hakim di persidangan merupakan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas dan dinyatakan oleh salahsatu pihak dalam perkara di persidangan, yang membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau hubungan hokum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.
Pengakuan merupakan keterangan sepihak, karena tidak memerlukan persetujuan pihak lawan.
5. Sumpah
Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa daripada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehNya.
Ada 2 macam sumpah:
• Sumpah pelengkap (suppletoir)
Ialah suatu sumpah yang diperintahkan oleh hakim pada salah satu pihak yang beperkara apabila hakim itu barpendapat bahwa didalam suatu perkara sudah terdapat suatu ”permulaan pembuktian”, yang perlu ditambah dengan penyumpahan, karena dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang terdapat itu.
• Sumpah pemutus yang bersifat menentukan (decicoir)
ialah sumpah yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada pihak lawan dengan maksud untuk mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh hakim.


BAB III
KESIMPULAN

Salah satu ahli hukum, Wirdjono Prodjodikoro menyatakan bahwa Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan Hukum Perdata.
Dalam pelaksanaannya, hukum acara perdata berkodifikasi dari sumber hukum Reglemen Indonesia yang Dibaharui (RIB). Azas-azasnya diantara lain: Hakim bersifat menunggu (pasif), Sifat terbukanya persidangan, Hakim harus mendengar kedua belah pihak, putusan disertai alasan-alasan, Beracara dikenakan biaya, dan tidak ada keharusan mewakilkan.
Secara singkat, pelaksanaan acara perdata dapat digambarkan sebagai berikut: Pihak penggugat (yang dirugikan) mengajukan surat gugatan kepada Kantor Panitera Pengadilan Negeri setempat. Berdasarkan surat gugatan tersebut, Juru Sita menyampaikan sebuah surat pemberitahuan kepada pihak tergugat (yang menimbulkan kerugian) yang isi pokoknya menyatakan, bahwa pihak tergugat harus datang menghadap ke Kantor Pengadilan untuk diperiksa oleh hakim dalam suatu perkara keperdataan seperti yang disebutkan dalam surat pemberitahuan tersebut. Yang merasa dirugikan disebut penggugat, dan yang menimbulkan kerugian disebut tergugat.
f. Menurut KUHS pasal 1865 dab RIB pasal 163, bahwa barang siapa menyatakan mempunyai hak atau menyebutkan sesuatu peristiwa, maka ia harus membuktikan adanya hak itu atau adanya peristiwa tersebut. Untuk itu, dikenal 5 alat bukti, yaitu: bukti tertulis, bukti saksi / kesaksian, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.






DAFTAR PUSTAKA

  1. Tomasouw, M. A. , Indonesian Legal System, The London School of Public Relations – Jakarta 2008
  2. Subekti, R., Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R., Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita 1996
  3. http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=14&dn=20080610211242
  4. http://celebrity.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/06/10/33/117425/sidang-sita-marital-halimah-bambang-tri-segera-diputus
  5. http://www.kapanlagi.com/h/0000225543.html
  6. http://www.santoslolowang.com/berita/28-06-2006/azas-hukum-acara-perdata/
  7. http://yogiikhwan.blogspot.com/2008/03/teori-pembuktian-dan-alat-alat-bukti.htm
  8. http://iaji.blogspot.com/2007/09/testamonium-deauditu-fia-s.html
http://pagarut.pta-bandung.net/index.php?option=com_content&task=view&id=57&Itemid=39

Media Relations Final Assignment - Hard News

MEDIA RELATIONS FINAL EXAMINATION





HARD NEWS






BY:
Alta Windiana
MC10-5B
2006100141














STIKOM The London School of Public Relations Jakarta





Tema Kelompok: Free Sex
Media Asal: Majalah Gogirl!


Seks Bebas Dalam Pergaulan Remaja

Jkt, 27/01 – “Perkembangan seks bebas di kalangan remaja sudah sangat mengkhawatirkan, dimana sebanyak 25% remaja usia 13-15 tahun di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan dan Yogyakarta sudah melakukan hubungan seks,” ujar Ayu Astari, peneliti dari Monochrome Communication, Selasa di Jakarta.

Menurut Ayu lagi, angka pertumbuhan seks bebas telah meningkat dengan pesat dan mencapai taraf mengkhawatirkan. Di Pulau Jawa saja, angka pertumbuhan tersebut telah meningkat 400% dibanding tahun sebelumnya. Permasalahan tersebut diangkat Tim Media Planner Monochrome Communication dalam konferensi persnya yang berjudul “Stop Freesex, Sebelum Terlambat” yang dihadiri oleh para ahli dan orang-orang yang berpengalaman dalam masalah ini.

Menurut dr. Dhita dari RS. Cipto Mangunkusumo yang turut hadir dalam konferensi tersebut, seks bebas dapat menimbulkan berbagai konsekuensi medis yang cukup “mengerikan”, mulai dari kehamilan tak diinginkan sampai kanker dan bahkan penularan virus HIV! Maka dari itu, sebelum terlambat, para remaja dianjurkan untuk menghindari seks bebas dengan berpikir sebelum bertindak, menahan hawa nafsu, dan mengisi hari dengan kegiatan yang positif. Untuk keterangan lebih lengkap, klik saja http://i-stopfreesex.blogspot.com.




Tema Kelompok: Hak Paten
Media Asal: Gatra


Menggalang Kesadaran Paten Masyarakat Indonesia

Jkt, 27/01 – Tim Media Planner Butterfly bersama Dirjen HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) menggelar konferensi pers berjudul “Peduli Paten: Peduli, Hargai, Patenkan!” dengan tujuan untuk menggalang kesadaran pentingnya hak paten di masyarakat yang sangat rendah, terutama para perajin industri, seniman dan budayawan, demikian pernyataan Lorraine Suwantika, Direktur Utama Butterfly Media Planner, Selasa di Jakarta.

Menurut peneliti dari pihak Butterfly, Indonesia sempat menghuni daftar Priority Watch List (daftar pengawasan khusus) yang dikeluarkan International Intellectual Property Aliance (IIPA) dan United States Trade Representative (USTR) dikarenakan pelanggaran parah atas hak paten yang dilakukan warganya.

Untuk menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya hak paten, Butterfly Media Planner bersama Dirjen HAKI, yang diwakili oleh Theresia Indriani menyatakan rencananya untuk mengadakan penyuluhan ke daerah-daerah tentang hak paten dan landasan hukumnya (UU No. 14 tentang Hak Paten), meluncurkan iklan layanan masyarakat, dan meluncurkan weblog atau blog yang beralamat di http://pedulipaten.blogspot.com.





Tema Kelompok: Keluarga Berencana
Media Asal: Jak TV


Program Keluarga Berencana Kembali Digalakkan

Jkt, 27/01 – Badan Koordinator Keluarga Berencana (BKKBN) bersama tim Media Relations “Mamen” dan disponsori oleh salah satu merek kondom terkemuka di Indonesia, meluncurkan sebuah program dengan tujuan menggalang kesadaran Keluarga Berencana (KB) di masyarakat, demikian pengumuman yang dikeluarkan oleh Andri Malikasim selaku pimpinan “Mamen”, Selasa di Jakarta.

Program tersebut ialah Gerakan Nasional Keluarga Berencana (GNKB). Program yang terbentuk sejak Oktober 2008 tersebut akan diwujudkan dengan sejumlah penyuluhan bagi keluarga muda di berbagai daerah yang disertai pembagian kondom secara gratis, juga penerbitan majalah tentang KB dan penyebaran poster, flyer, serta brosur ke berbagai lembaga pendidikan dan kemasyarakatan di Indonesia. Dengan program-program tersebut, menurut Andri lagi, diharapkan masyarakat dapat sadar pentingnya ber-KB dan tahu bagaimana ber-KB yang sehat dan benar.

Media Relations Assignment - Feature

Anak-Anak Bangsa yang “Terpaksa” Hidup di Jalanan
Oleh Alta Windiana

Balita berkulit kusam itu bermain-main riang dengan saudara lelakinya yang berusia agak lebih tua. Ia tampak tidak terlalu peduli dengan deru asap hitam kendaraan bermotor dan tebu tebal yang beterbangan di sekelilingnya. Anak-anak kecil bertubuh ceking dan berambut kecokelatan itu tampak santai bercanda di bawah terowongan fly over yang ramai dengan kendaraan lalu lalang, sambil sesekali meminta uang pada pengendara mobil yang lewat.

Anak jalanan memang telah menjadi fenomena di Ibukota Jakarta. Kemana pun kita pergi, pasti akan tertangkap oleh pandangan kita anak-anak kecil kurus berkulit cokelat tua dan berpakaian lusuh dengan wajah memelas meminta-minta uang pada orang-orang lewat.
Banyak hal yang dilakukan anak jalanan untuk mengais rejeki. Ada yang mengamen (walau kadang hanya menepuk-nepukkan tangannya tanpa bermaksud menghibur), mengelap kaca mobil (yang seringkali malah bikin tambah kotor atau membuat kita deg-degan kaca mobil bakal terbaret), berjualan makanan dan minuman, bahkan terang-terangan mengemis.
Uang yang didapat dari sekali mereka melakukan kegiatan tersebut memang tak seberapa. Sekali mengamen, mengemis atau mengelap kaca mobil, mungkin rata-rata mereka hanya memperoleh dua sampai lima ratus rupiah, atau seribu rupiah bila beruntung mendapatkan “target” yang dermawan. Bisa juga mendapat lambaian tangan tanda penolakan, seperti yang saya, atau mungkin sebagian orang biasa lakukan. Sebelum Anda menyebut saya dengan istilah pelit, kejam, sombong, atau tuduhan sadis lainnya, saya akan menjelaskan alasan dibalik kebiasaan tersebut.
Pernah sebuah artikel ramai diperbincangkan di berbagai milis atau forum di internet. Artikel yang bersumber dari website resmi majalah Gatra tersebut menyebutkan bahwa penduduk Jakarta menyumbangkan uang receh ke jalanan senilai 1,5 milyar rupiah tiap harinya. Jumlah tersebut dibagi ke (menurut data terakhir) 75.000 anak jalanan di daerah Jabodetabek.
Jumlah tersebut tentu sama sekali bukan jumlah yang sedikit. Sayangnya, uang sebanyak itu tidak digunakan untuk keperluan kesejahteraan atau pendidikan mereka. Kemana uang satu milyar lebih itu pergi? Uang tersebut, sayangnya lagi, sebagian besar akan berakhir di pedagang makanan, mesin ding-dong, preman atau senior yang mempekerjakan mereka, dan bahkan bandar narkoba!
Hal tersebut menggambarkan seberapa banyaknya uang receh yang kita berikan pada para anak jalanan, anak-anak tersebut akan tetap miskin, tidak bersekolah, dan justru akan makin banyak jumlahnya. Mereka berpendapat bahwa mencari uang di jalanan itu mudah.
Anak-anak lain yang juga tidak mampu akan berpendapat bahwa hidup di jalanan pun akan menghasilkan uang dan kenyamanan, sehingga tidak perlulah mereka bersekolah dan kemudian mencari pekerjaan yang layak. Mereka tidak akan termotivasi untuk memperoleh kehidupan yang layak dan seumur hidup akan terus bergantung pada belas kasihan orang lain.
Memberi uang receh pada para anak jalanan memang tidak dilarang. Namun, akan lebih baik bila kepedulian kita disalurkan ke badan-badan terpercaya yang akan menjamin bantuan yang kita berikan digunakan untuk hal-hal yang akan membuat masa depan anak-anak tersebut menjadi lebih baik, misalnya dengan menjadi orangtua asuh dan membiayai sekolahnya.
Tentu tidak semua anak jalanan dengan “sengaja” hidup di jalanan seperti yang telah saya tulis di atas. Masih banyak pula anak-anak lain yang berjuang di jalan untuk membiayai biaya sekolahnya, atau bahkan menjadi tulang punggung keluarganya.
Bagaimana pun, sesuai dengan pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Fakir miskin dan Anak terlantar akan dipelihara oleh negara”, adalah tanggung jawab kita juga sebagai warga negara untuk meringankan beban mereka, tentunya dengan cara yang tepat dan tidak membuat mereka malas dan bergantung pada orang lain.
'Give a man a fish and you feed him for a day. Teach a man to fish and you feed him for a lifetime'. Pepatah tersebut agaknya menggambarkan apa yang kita lakukan pada anak jalanan sekarang ini. Kita memberi mereka makan hanya untuk sehari, tanpa mempertimbangkan bagaimana masa depan mereka nantinya.

Alta Windiana/ MC 10-5B/ 2006100141

Print Media Workshop - HIP! Magazine



Setelah membuat Business Proposal dan Blue Print dari Majalah HIP!, kami ditugaskan untuk membuat majalah tersebut secara nyata, secara berkelompok. Berikut adalah hasil desain saya untuk majalah HIP!:



















Antropology Assignment - Makalah Kebudayaan Lampung

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan
Indonesia terdiri atas banyak aneka suku bangsa yang tersebar di segala penjuru nusantara. Setiap suku mempunyai kebudayaan, adat istiadat, pandangan, serta cara memenuhi kebutuhan hidup yang berbeda-beda. Kini, makalah ini akan membahas tentang masyarakat yang hidup di daerah Lampung, mulai dari unsur kebudayaan hingga apa yang menjadi fokus dan etos mereka.
Melalui Pelabuhan Internasional Teluk Lampung, Lampung telah berhubungan dengan negara Cina dan India sejak awal abad ke-13. Catatan musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Indonesia pada abad VII, yaitu I Tsing disebutkan bahwa Lampung itu berasal dari kata To-lang-po-hwang. To berarti orang dalam bahasa Toraja, sedangkan Lang-po-hwang kepanjangan dari Lampung. Jadi, To-lang-po-hwang berarti orang Lampung.
Portugis memasuki Lampung dari Tahun 1511 hingga 1518, selanjutnya Lampung berada di bawah kesultanan Banten. Tahun 1808 jatuh ketangan Belanda, kemudian dijajah oleh Inggris tahun 1817 dan tahun 1856 Perang Lampung berakhir, namun kolonialisme Belanda tetap berlanjut hingga tahun 1949 diselingi Jepang pada tahun 1942. Karena pernah dipengaruhi oleh berbagai budaya, latar belakang tersebut memperkaya kebudayaan Lampung. Sebelum diakui menjadi suatu propinsi Lampung secara resmi berdasarkan UU no. 14 tahun 1964 pada 8 Maret 1964, Lampung merupakan wilayah karesidenan yang tergabung dalam Propinsi Sumatera Selatan.
Masyarakat adat Lampung terdiri atas dua golongan, yaitu masyarakat Pepadun (Pedalaman) dan Pesisir. Kedua masyarakat tersebut mempunyai tempat bermukim yang berbeda. Keduanya pun memiliki adat istiadat serta sifat yang sedikit berbeda, sehingga menarik untuk dipelajari dan dilihat perbedaannya lebih lanjut.
Di sebelah utara, Lampung berbatasan dengan propinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sedangkan bagian baratnya dibatasi oleh Samudera Indonesia. Selat Sunda membatasi bagian selatan wilayah ini, sedangkan bagian timur dibatasi oleh Laut Jawa. Letak wilayah Lampung secara geografis tersebut dianggap cukup strategis karena berperan sebagai penghubung antar pulau Jawa dan Sumatera.
Dalam perkembangannya, daerah Lampung yang memiliki wilayah seluas 35,288.35 km2 ini telah mengalami beberapa perubahan budaya dan pergeseran tata cara kehidupan, namun tetap tanpa mengubah apa yang telah menjadi tradisi mereka yang telah dilestarikan secara turun temurun.

1.2 Perumusan Masalah
1.2.1. Apa sajakah unsur-unsur kebudayaan dari budaya Lampung?
1.2.2. Apakah yang merupakan fokus kebudayaan masyarakat Lampung?
1.2.3. Apakah yang merupakan etos kebudayaan masyarakat Lampung?
1.2.4.Adakah pergeseran budaya dari budaya tradisional masyarakat Lampung dengan masyarakat jaman sekarang?

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Mengetahui unsur-unsur kebudayaan dari budaya Lampung.
1.3.2. Mengetahui unsur yang merupakan fokus kebudayaan masyarakat Lampung.
1.3.3. Mengetahui unsur yang merupakan etos kebudayaan masyarakat Lampung.
1.3.4. Mengetahui adanya pergeseran budaya dari budaya tradisional masyarakat Lampung dengan masyarakat jaman sekarang.

1.4 Metodologi Penelitian
Dalam Penelitian ini, kami menggunakan dua cara untuk mengumpulkan data, yaitu:
1.4.1. Studi Pustaka
Dengan menggunakan bahan-bahan dalam buku atau website di internet sebagai sumber data dan referensi.

1.4.2. Wawancara
Kami juga secara langsung mewawancarai seorang narasumber sebagai sumber informasi. Secara khusus kami mendatangi anjungan daerah Lampung yang terletak di Taman Mini Indonesia Indah agar kami dapat menemukan narasumber yang tepat untuk tugas ini.


BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL

2.1 Pengertian kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kata kebudayaan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan istilah culture dan dalam bahasa Belanda disebut cultuur. Kedua kata ini berasal dari bahasa Latin colere, yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Dengan demikian, culture atau cultuur diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Beberapa ahli antopologi memberikan definisi kebudayaan sebagai berikut :
 Melville J. Herkovits memandang kebudayaan sebagai suatu yang superorganic karena kebudayaan yang turun-temurun dari generasi ke generasi tetap hidup terus walaupun orang-orang yang menjadi anggota masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kelahiran dan kematian.
 Edward B. Taylor melihat kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan tang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
 Ralph Linton mengemukakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari pengetahuan, sikap, dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat tertentu.
 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang deperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya. Rasa yang meliputi jiwa manusi, mewujudkan segala kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas. Di dalamnya termasuk agama, ideologi, kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir orang-orang yang hidup bermasyarakat dan yang antara lai menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan. Semua karya, ras, dan cipta ini dikuasai oleh karsa orang-orang yang menentukan kegunaanya agar sesuai dengan kepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat.
 Ilmu antropologi memberi definisi tentang kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat).
Beberapa ahli antropologi memberikan definisi kebudayaan yang dapat digunakan untuk kepentingan praktis dan bersifat operasional. Kebudayaan adalah sistem nilai, norma, pengetahuan, keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki orang individi melalui proses belajar dan digunakan untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari berbagai definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa kebudayaan merupakan sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia. Perwujudan kebudayaan meliputi benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, baik berupa pla perilaku, bahasa maupun benda-benda atau hasil ciptaan manusia lainnya, seperti peralatan hidup, organisasi sosial, religi, dan seni. Kesemuanya ditujukan untuk membantu manusi dalam mempertahankan hidupnya.
Berdasarkan wujudnya, kebudayaan dapat digolongkan atas kebudayaan yang bersifat abstrak dan kebudayaan yang bersifat konkrit.
• Kebudayaan yang bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam pikiran manusia sehingga tidak dapat diraba atau difoto. Misalnya, terwujud sebagai ide, gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan, dan cita-cita. Jadi, budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dri kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang merupakan cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan. Sekarang wujud ideal ini banyak tersimpan dalam karangan-karangan dan buku-buku.
• Kebudayaan yang bersifat konkrit, wujudnya berpola dari tindakan atau perbuatan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan, atau difoto. Koentjaraningrat menyebut sifat konkrit kebudayaan dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas perilaku, bahasa, dan materi.

2.2 Unsur-unsur kebudayaan
Kebudayaan setiap masyarakat tentu terdiri dari unsur-unsur tertentu yang merupakan bagian dari suatu kebulatan, yakni kebudayaan itu sendiri. Ada 7 unsur kebudayaan yang bersifat universal. Unsur-unsur tersebut ialah:
2.2.1. Peralatan dan perlengkapan hidup
Hasil karya manusia melahirkan teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama melindungi masyarakat dari lingkungannya. Teknologi menyangkut cara-cara atau teknik memproduksi, memakai, memelihara segala peralatan dan perlengkapan. Teknologi pada hakikatnya meliputi paling sedikit tujuh unsur berikut ini:
Alat-alat produktif
Alat-alat produktif adalah alat-alat yang berfungsi untuk melaksanakan suatu pekerjaan produktif seperti jala ikan, alat penenun kain, alat pemintal benang, cangkul, bajak, mesin percetakan, dan kendaraan.
Senjata
Dalam masyarakat tradisional, selain digunakan untuk membela diri dari ancaman kelompok lain maupun binatang buas, berburu dalam rangka memenuhi kebutuhan akan daging. Dalam hal ini senjata berfungsi sebagai alat produktif. Dalam masyarakat modern, senjata digunakan sebagai alat membela diri dan olahraga.
Wadah
Wadah adalah alat atau piranti yang berfungsi untuk menampung, menimbun, dan menyimpan barang-barang seperti periuk, piring, guci, dan teko. Bahan-bahan dasarnya dapat berasal dari bambu, kayu, kulit, tanah, batu, kaca, dan logam.
Pakaian dan perhiasan
Bahan pakaian yang kita kenal sejak dulu dapat berupa dedaunan, kulit pohon atau hewan, hingga bahan-bahan yang ditenun dengan teknologi tertentu. Berdasarkan fungsinya, pakaian dibedakan atas pakaian yang semata-mata untuk menahan pengaruh iklim, pakaian sebagai lambang keunggulan dan gengsi, pakaian sebagai lambang kesucian, dan pakaian sebagai perhiasan badan. Sebagai perlengkapan busana, manusia mengenal berbagai perhiasan yang terbuat dari beragam bahan, seperti aluminium, emas, tembaga, hingga kerangka hewan seperti siput. Pada zaman dahulu, orang yang menggunakan perhiasan dari emas hampir di seluruh tubuhnya menunjukkan kalau ia berasal dari kalangan bangsawan atau kerajaan.
Tempat berlindung atau perumahan
Wujud kebudayaan yang paling menonjol pada masyarakat hingga saat ini adalah tempat berlindung. Pada masyarakat tradisional, rumah umumnya dalam gua tanah atau batu dan rumah dedaunan atau kulit kayu. Pada masyarakat modern, perumahan dibangun dengan ukuran, bentuk, dan bahan-bahan yang bervariasi.
Alat-alat transportasi
Pada zaman ini alat transportasi tidak hanya dipakai sebagai alat transportasi tetapi juga alat rekreasi dan olahraga. Juga dapat menjadi tanda kelas sosial seseorang.

2.2.2 Sistem mata pencaharian
Berburu dan meramu
Merupakan jenis mata pencaharian masyarakat yang paling tua. Berburu dilakukan langsung dengan menangkap dan mengkonsumsi hewan buruan. Meramu dengan cara mengambil berbagai tumbuhan dari hutan. Kegiatan perburuan menggunakan teknik-teknik konvensional seperti dengan tombak, juga dengan ilmu gaib.
Beternak
Merupakan salah satu mata pencaharian yang diusahakan secara besar dan terdapat di berbagai daerah. Beberapa suku bangsa peternak menunjukkan sifat-sifat yang agresif dikarenakan kepentingan mereka untuk menjaga keamanan ternak-ternak mereka. Zaman dahulu, kegiatan peternakan dilakukan dalam lingkup keluarga, dimana pekerja peternakan adalah anggota keluarga. Zaman sekarang aktivitas ini telah berkembang seperti kegiatan ekonomi lainnya.

Bertani
Pada masyarakat tradisional, pengolahan tanah pertanian masih dilakukan dengan teknologi-teknologi sederhana. Tuan tanah adalah pemilik tanah pertanian. Buruh tani adalah pengolah tanah pertanian tersebut. Pada masyarakat modern, pengolahan tanah dilakukan dengan mmanfaatkan teknologi mutakhir.
Menangkap ikan
Merupakan mata pencaharian yang cukup tua selain berburu dan meramu. Menangkap ikan umumnya merupakan usaha sambilan selain bercocok tanam. Pada masyarakat tradisional, kegiatan ini umumnya dilakukan dengan teknologi sederhana.

2.2.3 Sistem kemasyarakatan
2.2.3.1 Sistem kekerabatan
Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan. Kelompok kekerabatan umumnya dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu:
1) Keluarga Ambilineal Kecil
Kelompok ini beranggotakan 25-30 orang. Mereka hidup dalam jangka waktu tertentu, saling mengenal, dan memahami hubungan kekerabatan mereka. Keluarga ini menghidupkan rasa kepribadian karena menguasai sejumlah harta produktif yang dapat dinikmati oleh keluarganya, seperti tanah, sawah, ternak.
2) Keluarga Ambilineal Besar
Anggotanya terdiri atas beberapa generasi yang turun-menurun dengan jumlah warganya mencapai ratusan. Anggota kelompok tidak saling mengenal secara mendalam. Mereka berkumpul pada saat upacara keagamaan.
3) Klen (Clan) Kecil
Merupakan suatu kelompok kekerabatan dimana satu dengan yang lainnya terikat melalui garis-garis keturunan laki-laki atau perempuan saja. Mereka saling mengenal dan tinggal bersama dalam satu lingkungan.
4) Klen (Clan) Besar
Merupakan suatu kelompok kekerabatan terdiri dari semua keturunan seorang nenek moyang baik laki-laki maupun perempuan. Keanggotaannya ditarik melalui garis keturunan ibu atau ayah. Jumlahnya mencapai ribuan orang. Mereka tidak saling mengenal, umumnya disatukan dan terikat oleh tanda-tanda lahiriah yang dimiliki oleh klen itu.
5) Fratri
Merupakan kelompok-kelompok kekerabatan yang patrilineal atau matrilineal. Sifatnya lokal dan merupakan gabungan dari kelompok klen besar maupun kecil.
6) Paroh Masyarakat (Moeity)
Adalah kelompok kekerabatan gabungan klen seperti fratri tetapi selalu merupakan separoh dari suatu masyarakat.



2.2.3.2 Organisasi Sosial
Adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat baik yang berbadan hukum maupun tidak, berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara.
Berdasarkan kegiatannya organisasi sosial dapat dikelompokkan menjadi:
• Bidang pendidikan: sekolah, universitas, organisasi profesi pendidikan
• Bidang kesejahteraan sosial: panti asuhan, panti jompo
• Bidang kesehatan: yayasan kesehatan, rumah sakit, balai pengobatan
• Bidang keadilan: lembaga bantuan hukum

2.2.4 Bahasa
Merupakan alat perwujudan budaya yang digunakan manusia untuk saling berkomunikasi. Bahasa dapat berupa tulisan, lisan, isyarat.
Fungsi khusus bahasa:
• Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari-hari (fungsi praktis)
• Mewujudkan seni apabila manusia mengolah bahasa secara indah
• Mempelajari naskah-naskah kuno
• Mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi

2.2.5 Kesenian
Mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan sekitarnya. Dipandang dari sudut kesenian sebagai keindahna yang dinikmati, ada dua lapangan besar , yaitu:
• Seni Rupa: seni patung, seni relief, seni lukis, seni tari.
• Seni suara: seni vokal, seni instrumental, seni sastra.
Lapangan kesenian yang mencakup kedua lapangan diatas adalah seni drama yang mengandung unsur-unsur pengintegrasian semua seni.

2.2.6 Sistem Ilmu dan Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesutau yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan dan harapan. Sistem pengetahuan secara umum dikelompokkan atas:
• Pengetahuan tentang alam, meliputi pengetahuan tentang musim atau gejala alam dari dongeng maupun mitos.
• Pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan hewan dalam rangka memenuhi kebutuhan akan bahan-bahan makanan dan perumahan dari tumbuh-tumbuhan. Pengetahuan ini berkembang menjadi pengetahuan tentang obat-obatan.
• Pengetahuan tentang tubuh manusia, ditujukkan untuk usaha pengobatan berbagai penyakit.
• Pengetahuan tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, untuk mengatur pergaulan manusia. Contohnya pengetahuan tentang tanda-tanda tubuh, sopan santun pergaulan, norma, dan hukum.
• Pengetahuan tentang ruang dan waktu, dikembangkan untuk menghitung jumlah-jumlah yang besar, mengukur tinggi, dan menentukan penanggalan.

2.2.7 Sistem Kepercayaan (Religi)
Edward Burnett Taylor mengemukakan bahwa tumbuhnya religi dimulai dari kesadaran manusia akan adanya roh yang tidak nyata di alam ini. R. Marett mengemukakan bahwa manusia mengenal religi sejak mereka masih hidup sederhana, dimulai dengan kepercayaan animisme dan pra animisme. Bangsa Indonesia saat ini memiliki 5 agama yang diakui.

Ketujuh unsur pokok di atas disebut sebagai kebudayaan universal (cultural universal). Unsur-unsur kebudayaan ini masih dapat dipecah-pecah lagi menjadi nsur-unsur kebudayaan yang lebih kecil lagi. Ralph Linton menyebutnya sebagai kegiatan-kegiatan kebudayaan (cultural activity). Contoh: cultural universal sistem mata pencaharian, masih dipecah lagi atas cultural activity pertanian, peternakan, nelayan, pedagang, dan sebagainya.
Ralph Linton merinci kembali kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur yang lebih kecil lagi yang disebut trait complex. Contoh, kegiatan pertanian dirinci lagi atas unsur-unsur seperti irigasi, sistem pengolahan tanah dengan bajak. Selanjutnya trait complex dirinci lagi menjadi traits. Contoh, trait complex mengolah tanah dengan bajak dirinci lagi menjadi teknik mengendalikan bajak. Selanjutnya traits dapat dirinci lagi ke unsur yang lebih kecil lagi yakni items. Contoh, alat bajak bisa dirinci lagi menjadi bagian-bagian tertentu seperti tiang penarik, pisau bajak, dan kemudi.

2.3 Fokus kebudayaan
Fokus kebudayaan adalah suatu kebudayaan yang memiliki suatu atau beberapa pranata tertentu yang merupakan unsur pokk dalam kebudayaan mereka sehingga unsur itu disukai oleh sebagian besar warga masyarakatnya dan dengan demikian mendominasi banyak aktivitas dalam kehidupan masyarakat mereka.
Contoh tentang fokus kebudayaan ini adalah unsur kesenian dalam masyarakat Bali, gerakan kebatinan dan mistik dalam kebudayaan golongan masyarakat priyayi di Jawa Tengah, peperangan antarfederasi kelompok kekerabatan dalam masyarakat suku bangsa Dani di Irian Jaya.

2.4 Etos kebudayaan
Etos kebudayaan adalah suatu watak khas dari suatu kebudayaan yang sangat sering diperlihatkan oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, sehingga watak khas tersebut tampak atau dengan mudah diketahui oleh orang-orang di luar pendukung kebudayaan tersebut. Biasanya watak khas yang dimaksud akan terlihat pada gaya tingkah laku, kegemaran-kegemaran, dan benda-benda hasil karya mereka.
Contoh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat umum adalah misalnya seorang berkebudayaan Batak yang belum mengenal kebudayaan Jawa akan mengatakan bahwa watak khas kebudayaan Jawa adalah keselarasan, kesuraman, ketenangan berlebih-lebihan yang berakibat pada kelambanan dan menjelimet.
Ruth Benedict meneliti tentang etos kebudayaan dengan hasil penelitian sebagai berikut:
• Watak Dionysian
Kebudayaan yang memancarkan sifat agresif, menghargai watak yang ketat dan inisiatif individu, memiliki konsepsi bahwa rohani seseorang dapat diperkuat dengan cara sengaja mencari kesukaran dan dengan menyakiti diri, Misalnya kebudayaan Indian Crow di Amerika.
• Watak Apollonian
Watak yang memancarkan ketenangan, keseimbangan, dan keselarasan yang tidak menghendaki keadaan jiwa yang berlebih-lebihan atau yang mengganggu dan curiga terhadap sikap yang individualistis. Misalnya orang Indian Zuni di barat daya Amerika Serikat.
• Watak Paranoid
Watak khas yang memancarkan tipu muslihat, kelicikan, dan sifat-sifat pengecut, gemar ilmu sihir dan guna-guna untuk merugikan orang lain tanpa membahayakan diri sendiri, di mana setiap orang takut kepada dan membenci orang lain. Contohnya orang Dobu di Kepulauan Melanesia.
• Watak Megalomaniac
Watak khas yang memancarkan sifat agresif, penyaing, besar mulut, dan suka mengagung—agungkan diri. Contohnya orang Indian Kwakiuti di Kanada.



BAB III
PEMBAHASAN dan ANALISIS
3.1 Tujuh Unsur Kebudayaan Lampung
3.1.1 Bahasa
Bahasa-bahasa yang digunakan di Lampung merupakan cabang Sundik yakni berasal dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia barat. Bahasa ini digunakan tidak hanya di propinsi Lampung saja namun bagian Selatan Palembang dan Pantai Barat Banten juga menggunakan bahasa tersebut.
Adapun aksara lampung yang disebut Had Lampung(KaGaNga). Aksara ini ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah. Had Lampung ini dipengaruhi oleh dua unsur, yaitu :
1. Aksara Pallawa (India Selatan) berupa suku kata yang merupakan huruf hidup.
2. Huruf Arab,menggunakan tanda-tanda fathah di baris atas dan tanda-tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang dan masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Berdasarkan peta bahasa, bahasa Lampung memiliki dua subdialek :
1. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi :
- Bahasa Lampung Logat Belalau dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
-Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
-Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung, Kecamatan Pugung dan Kecamatan Way Jepara.
-Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
-Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
-Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
-Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.
2. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi :
-Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.
-Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.
3.1.2 Peralatan dan Perlengkapan Hidup
1. Tapis
Tapis adalah kain khas Lampung yang terbuat dari tenunan benang kapas dengan hiasan motif, sulaman benang emas atau perak. Kerajinan ini dibuat oleh wanita, baik ibu rumah tangga maupun gadis-gadis (muli-muli) yang pada mulanya untuk mengisi waktu senggang dengan tujuan untuk memenuhi tuntutan adat istiadat yang dianggap sakral. Kain Tapis saat ini diproduksi oleh pengrajin dengan ragam hias yang bermacam-macam sebagai barang komoditi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Tapis dapat dibedakan menurut pemakaiannya, seperti contohnya:
• Tapis Jung Sarat: Dipakai oleh pengantin wanita pada upacara perkawinan adat. Dapat juga dipakai oleh kelompok isteri kerabat yang lebih tua yang menghadiri upacara mengambil gelar, serta muli cangget (gadis penari) pada upacara adat.
• Tapis Bidak Cukkil: Model kain Tapis ini dipakai oleh laki-laki pada saat menghadiri upacara-upacara adat.
• Tapis Silung: Dipakai oleh kelompok orang tua yang tergolong kerabat dekat pada upacara adat seperti mengawinkan anak, pengambilan gelar, khitanan dan lain-lain. Dapat juga dipakai pada saat pengarakan pengantin
• Tapis Tuho: Tapis ini dipakai oleh seorang isteri yang suaminya sedang mengambil gelar sutan. Dipakai juga oleh kelompok orang tua (mepahao) yang sedang mengambil gelar sutan serta oleh isteri sutan dalam menghadiri upacara pengambilan gelar kerabatnya yang dekat.
2. Jangat
Jangat adalah alat untuk menghaluskan belahan-belahan rotan. Dibuat dari bahan besi lengkung tipis dan tajam yang ditancapkan di atas potongan batang kayu. Mata pisaunya dibuat sendiri atau dapat dibeli. Cara pemakaiannya adalah: belahan-belahan rotan yang panjang dimasukkan di antara kedua pisau besi itu, kemudian silih berganti ditarik.

3.1.3 Sistem Mata Pencaharian
Aktifitas produksi di Lampung yang utama adalah pertanian, termasuk perkebunan, kehutanan dan budidaya perikanan. Propinsi Lampung adalah penghasil utama kopi Robusta; dimana Lampung adalah salah satu yang terluas daerah perkebunan kopinya. Penghasil utama di bidang pertanian adalah padi, minyak kelapa, kopi, cengkeh, dan hasil pertanian lainnya, peternakan dan perikanan. Produksi kopi, minyak kelapa, dan makanan dalam kemasan, minyak, kayu lapis dan produksi kayu lainnya. Selain itu, Lampung juga penghasil buah-buahan tropis seperti : mangga, rambutan, durian, pisang, nanas, dan jeruk. Hasil panen utama yang lain adalah kelapa, karet mentah, minyak kelapa, coklat, lada dan sejenisnya.

3.1.4 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Lampung merupakan masyarakat dengan sistem menurut garis ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang asalnya masing-masing yang disebut "buay". Setiap kebuayan itu terdiri dari berbagai "jurai" dari kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang terikat pada satu kesatuan rumah asal (nuwou tubou, lamban tuha).
Kemudian dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou balak, lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan yang disebut "paksi". Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai pemimpin yang disebut "penyimbang" yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang mewarisi kekuasaan ayah secara turun temurun.
Hubungan kekerabatan adat lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima kelompok. Pertama, kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua saudara laki-laki yang bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara angkat yang bertali darah. Kedua, kelompok lebuklama yang terdiri dari saudara laki-laki dari nenek (ibu dari ayah) dan keturunannya dan saudara laki-laki dari ibu dan keturunannya. Ketiga, kelompok baimenulung yang terdiri dari saudara-saudara wanita dari ayah dan keturunannya. Keempat, kelompok kenubi yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu bersaudara dan keturunannya. Kelima, kelompok lakau-maru, yaitu para ipar pria dan wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri bersaudara dan kerabatnya.
Bentuk perkawinan yang berlaku adalah partrilokal dengan pembayaran jujur (ngakuk mulei), dimana setelah kawin mempelai wanita mengikuti dan menetap dipihak kerabat suami, atau juga dalam bentuk marilokal (semanda) dimana setelah kawin suami ikut pada kerabat istri dan menetap di tempat istri.
Untuk mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu cara kawin lari (sebambangan) yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara pelamaran orang tua (cakak sai tuha) yang dilakukan oleh kerabat pihak pria kepada kerabat pihak wanita.
Perkawinan yang ideal dikalangan orang lampung adalah pria kawin dengan wanita anak saudara wanita ayah (bibik, keminan) yang disebut "ngakuk menulung" atau dengan anak saudara wanita ibu (ngakuk kenubi)/ perkawinan yang tidak disukai adalah pria dan wnaita anak saudara laki-laki ibu (ngakuk kelana) atau dengan anak wanita saudara laki-lakinya (ngakuk bai/wari) atau juga dengan anak dari saudara pria nenek dari ayah (ngakuk lebu). Lebih-lebih tidak disukai kawin dengan suku lain (ulun lowah) atau orang asing. Apalagi berlainan agama (sumang agamou).
Jika dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka untuk menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik laki-laki atau anak kedua dari kakak laki-laki untuk menegakkan (tegak tegi) keturunan yang putus (maupus). Jika tidak ada anak-anak saudara yang bersedia diangkat dapat mengangkat orang lain yang bukan anggota kerabat, asal saja disahkan dihadapan kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai anak wanita, maka anak itu dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki/ anak wanita itu dijadikan kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda ambil suami (ngakuk ragah). Dengan begitu maka anak laki-laki dari perkawinan mereka kelak akan menggatikan kedudukan kakeknya sebagai waris mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak putus (mak mupus).

3.1.5 Sistem Kesenian
Sastra lisan merupakan salah satu tradisi khas masyarakat Lampung. Ada berbagai jenis syair yang dikenal masyarakat Lampung, diantaranya pattun (pantun), pepatcur, pisaan, adi-adi, segata, sesikun, memmang, wawancan, hahiwang,dan wayak. Sifat-sifat orang Lampung juga diungkapkan dalam sebuah adi-adi (pantun):
Tandani hulun Lampung, wat piil-pusanggiri
Mulia hina sehitung, wat malu rega diri
Juluk-adok ram pegung, nemui-nyimah muwari
Nengah-nyampur mak ngungkung, sakai-sambaian gawi.
Sifat yang tergambar dalam pantun di atas antara lain: piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri), juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya), nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu), nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis), dan sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).
Seni sastra dapat dijumpai di berbagai aspek budaya masyarakat Lampung. Misalnya, di upacara perkawinan, seperti petikan syair di bawah ini:
jak ipa niku kuya
jak pedom lungkop-lungkop
badan mak rasa buya
ngena kebayan sikop
(dari mana kau kuya (nama binatang air)
dari tidur berbalik-balik
badan tiada letih
dapat pengantin cantik)
Petikan tulisan ini adalah wayak, sebuah puisi lama dari khasanah sastra lisan Lampung dan dikenal di Pesisir Lampung. Wayak Jak Ipa Niku Kuya ini seperti terpatri dalam ingatan seorang anak Lampung karena sering dilafalkan saat mengiringi prosesi perkawinan adat Lampung. Isinya, sebuah sindirin bagi seseorang (diibaratkan kuya) yang pemalas, tetapi (seperti mimpi) tiba-tiba mendapatkan gadis cantik. Sindir-menyindir dalam bahasa yang penuh petatah-petitih, tradisi ini masih kuat dalam masyarakat tradisional Lampung di umbul-umbul (sejenis desa).
Sastra lisan Lampung juga mengenal warahan, semacam kisah rakyat yang dituturkan seorang pewarah (semacam pengisah atau pendongeng) kepada seseorang atau khalayak. Dalam perkembangannya, warahan dapat berbentuk puisi, puisi lirik, atau prosa, tergantung dari kemampuan di pewarah dalam bertutur. Kalau kemudian ada kreativitas yang berupaya memasukkan warahan dalam seni olah peran, teater modern, itu karena memang dalam tradisi warahan, terdapat unsur-unsur olah vokal dan sesekali pewarah menirukan gerak tokoh yang ia ceritakan, meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana.

3.1.6 Sistem Kepercayaan (Religi)
Menurut salah satu teori asal-usul terbentuknya masyarakat Lampung, penduduk Lampung yang berasal dari Sekala Brak, di kaki Gunung Pesagi, Lampung Barat disebut Tumi (Buay Tumi) menganut kepercayaan dinamis, yang dipengaruhi ajaran Hindu Bairawa. Buai Tumi kemudian kemudian dapat dipengaruhi empat orang pembawa Islam berasal dari Pagaruyung, Sumatera Barat yang datang ke sana.
Masyarakat Lampung didominasi oleh agama Islam, namun terdapat juga agama Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Untuk Lampung, persatuan adat, kekerabatan, kerajaan, (ke)marga(an), dan semacamnya memang lebih kental dalam bentukan identitas kolektif. Aspek agama Islam, ternyata memberikan warna dan pencitraan tersendiri dalam kaidah kelembagaan maupun kebudayaan.
Faktor alamiah, yang membuat identifikasi awal misalnya pranata sosial masyarakat dengan mentalitas Islam, religiositas tradisi, kebajikan-kebajikan sosial, kecenderungan untuk hidup bersama, kehalusan budi, dan conformism merupakan ciri-ciri peradaban Islam yang melekat dalam adat Lampung. Aplikasi nilai-nilai agama juga ternyata berpengaruh menimbulkan transformasi manusia dan kebudayaan di Lampung.
Masyarakat Lampung mengenal berbagai tradisi atau upacara yang tidak trerlepas dari unsur keagamaan. Dalam masyarakat Lampung ada beberapa bagian siklus kehidupan seseorang yang dianggap penting sehingga perlu diadakan upacara-upacara adat yang bercampur dengan unsur agama Islam.
Di antaranya adalah:
1. upacara kuruk liman, disaat kandungan umur 7 bulan
2. upacara saleh darah yaitu upacara kelahiran
3. upacara mahan manik yaitu upacara turun tanah, bayi berumur 40 hari
4. upacara khitanan bila bayi berumur 5 tahun
5. upacara serah sepi bila anak berumur 17 tahun dan sebagainya
6. Juga upacara perkawinan, kematian dan upacara adat lainnya seperti cokok pepadun yaitu pelantikan pengimbang baru sebagai kepala adat.

3.1.7 Sistem Ilmu Pengetahuan
Sistem Arsitektur
Arsitektur tradisional Lampung umumnya terdiri dari bangunan tempat tinggal disebut Lamban, Lambahana atau Nuwou, bangunan ibadah yang disebut Mesjid, Mesigit, Surau, Rang Ngaji, atau Pok Ngajei, bangunan musyawarah yang disebut sesat atau bantaian, dan bangunan penyimpanan bahan makanan dan benda pusaka yang disebut Lamban Pamanohan.
Rumah orang Lampung biasanya didirikan dekat sungai dan berjajar sepanjang jalan utama yang membelah kampung, yang disebut tiyuh. Setiap tiyuh terbagi lagi ke dalam beberapa bagian yang disebut bilik, yaitu tempat berdiam buway . Bangunan beberapa buway membentuk kesatuan teritorial-genealogis yang disebut marga. Dalam setiap bilik terdapat sebuah rumah klen yang besar disebut nuwou menyanak. Rumah ini selalu dihuni oleh kerabat tertua yang mewarisi kekuasaan memimpin keluarga.
Arsitektur lainnya adalah “lamban pesagi” yang merupakan rumah tradisional berbentuk panggung yang sebagian besar terdiri dari bahan kayu dan atap ijuk. Rumah ini berasal dari desa Kenali Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung Barat.. Ada dua jenis rumah adat Nuwou Balak aslinya merupakan rumah tinggal bagi para Kepala Adat (penyimbang adat), yang dalam bahasa Lampung juga disebut Balai Keratun. Bangunan ini terdiri dari beberapa ruangan, yaitu Lawang Kuri (gapura), Pusiban (tempat tamu melapor) dan Ijan Geladak (tangga "naik" ke rumah); Anjung-anjung (serambi depan tempat menerima tamu), Serambi Tengah (tempat duduk anggota kerabat pria), Lapang Agung (tempat kerabat wanita berkumpul), Kebik Temen atau kebik kerumpu (kamar tidur bagi anak penyimbang bumi atau anak tertua), kebik rangek (kamar tidur bagi anak penyimbang ratu atau anak kedua), kebik tengah (yaitu kamar tidur untuk anak penyimbang batin atau anak ketiga).
Bangunan lain adalah Nuwou Sesat. Bangunan ini aslinya adalah balai pertemuan adat tempat para purwatin (penyimbang) pada saat mengadakan pepung adat (musyawarah). Karena itu balai ini juga disebut Sesat Balai Agung. Bagian bagian dari bangunan ini adalah ijan geladak (tangga masuk yang dilengkapi dengan atap). Atap itu disebut Rurung Agung. Kemudian anjungan (serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil, pusiban (ruang dalam tempat musyawarah resmi), ruang tetabuhan (tempat menyimpan alat musik tradisional), dan ruang Gajah Merem ( tempat istirahat bagi para penyimbang) . Hal lain yang khas di rumah sesat ini adalah hiasan payung-payung besar di atapnya (rurung agung), yang berwarna putih, kuning, dan merah, yang melambangkan tingkat kepenyimbangan bagi masyarakat tradisional Lampung Pepadun.

3.2 Fokus Kebudayaan Lampung
Menurut sumber dari website http://ulunlampung.blogspot.com/2007/02/nasib-bahasa-lampung.html , unsur kebudayaan yang paling dominan adalah bahasa, karena bahasa merupakan unsur terpenting dalam pembentukan masyarakat Lampung. Bahasa Lampung juga memiliki aksara sendiri (Had Lampung (KaGaNga), serta memiliki keragaman dalam hal sastra, seperti pattun (pantun), pepatcur, pisaan, adi-adi, segata, sesikun, memmang, wawancan, hahiwang,dan wayak. Hal ini menunjukan bahasa Lampung merupakan bahasa yang maju.

3.3 Etos Budaya Lampung
Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang Lampung memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
(1) piil-pusanggiri (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri)
(2) juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya)
(3) nemui-nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi serta ramah menerima tamu)
(4) nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis)
(5) sakai-sambaian (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).

3.4 Hasil Wawancara
Untuk membandingkan antara data primer dengan data sekunder, kelompok kami melakukan wawancara dengan Bapak Herianto selaku narasumber dari Anjungan Lampung, Taman Mini Indonesia Indah. Pertanyaan yang kami ajukan adalah tujuh unsur budaya Lampung, fokus budaya Lampung, etos budaya Lampung, dan perubahan atau pergeseran budaya yang terjadi sampai saat ini.

3.4.1 Tujuh Unsur Budaya Lampung Berdasarkan Wawancara dengan Bapak Herianto:
3.4.1.1 Religi atau Sistem Kepercayaan
Masyarakat Lampung pada masa lampau menganut sistem kepercayaan dinamisme yaitu menyembah benda-benda keramat seperti pohon yang berusia ratusan tahun dan diberi sesajen. Pengaruh Hindu pun cukup kental terutama bagi masyarakat daerah pedalaman. Saat mengadakan Ritual Pengangkatan Gelar Kepala Adat diharuskan untuk mempersembahkan kepala kerbau, kerbau yang dipilih harus benar-benar berwarna hitam dan jika memiliki kekayaan lebih, kepala adat tersebut bisa mempersembahkan sampai 24 kerbau, tetapi hanya 1 kepala kerbau yang disimbolkan. Pada masa ini, masyarakat Lampung didominasi oleh agama Islam yang dibawa oleh Sultan Hasannudin.

3.4.1.2 Bahasa
Lampung memiliki dua dialek nyo (artinya: apa) berasal dari daerah pedalaman dan api (artinya: apa) berasal dari daerah Pesisir. Sampai saat ini bahasa Lampung masih digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Lampung memiliki huruf-huruf aksara Lampung yang menyerupai aksara Jawa.

3.4.1.3 Mata Pencaharian
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Lampung adalah agraris; pertanian dan perkebunan serta perikanan. Hasil bumi yang terkenal dari daerah pedalaman adalah lada hitam dan lada putih. Sedangkan dari daerah pesisir banyak menghasilkan kopi, kakao, kelapa hibrida, padi dan perikanan. Pada masa sekarang banyak penduduk yang merantau untuk mengubah nasib dan ingin berkembang.

3.4.1.4 Kesenian
Seni musik yang terkenal adalah Gamelan Lampung disebut juga Talo Balak, Kulitang Pring (terbuat dari bambu), Gambus Luni, semua alat musik ini dimainkan dengan cara dipukul. Kain Tenun khas Lampung; Tapis digunakan pada saat acara-acara khusus seperti perkawinan, penyambutan tamu, dan pengangkatan gelar. Kain tersebut ditenun oleh alat bernama panto, dan manto adalah orang yang menenunnya. Tarian yang terkenal adalah tari canggat (menari di atas talam), tari melinting canggat, dan tari singgeh pengeunteun dilakukan saat sedang penyambutan tamu dan ditarikan secara ganjil 7,9 orang. Kegiatan berpantun pun diberlakukan pada acara kumpul-kumpul atau silahturahmi dan juga saat acara-acara besar seperti perkawinan dan kematian.


3.4.1.5 Teknologi
Perkakas yang digunakan sehari-hari adalah sekelak, yaitu tungku untuk memasak. Masyarakat Lampung tradisional juga menggunakan buah gerenuk, labu dan maja yang dikeringkan digunakan sebagai alat untuk mengambil air, dan bubu untuk menangkap ikan. Teknik pembangunan rumah adat yang besar dan kokoh terbuat dari kayu, berbentuk rumah panggung yang disebut sebagai Nuo Lamban Balak.

3.4.1.6 Kekerabatan
Sistem kekerabatan Lampung menarik garis dari ayah atau patrilineal. Bentuk perkawinan pada umumnya pihak laki-laki lah yang melamar dan pada hari pertama lamaran membawa hantaran berupa buah, kue-kue disertai alunan musik gamelan; Talo Balak. Pada perkawinan pun diberlakukan penyembelihan kepala kerbau minimal 1 ekor. Pada masyarakat Lampung Pedalaman memiliki peraturan yang ketat yaitu pasangan yang sudah menikah tidak boleh bercerai, jika terpaksa bercerai akan dikenakan denda sebesar 50gram emas dibayar kepada pihak yang diceraikan. Lain hal dengan masyarakat Lampung Pesisir diperbolehkan kawin cerai, misalkan jika pasangan tersebut tidak memiliki keturunan dan harus berpisah. Bagi Masyarakat Pesisir, sangat memalukan jika terjadi kawin lari atau disebut sebambangan, karena dianggap seperti mencoreng nama keluarga sendiri.

3.4.1.7 Pengetahuan
Masyarakat Lampung mempercayai garuda sebagai pembawa berita. Misal pemberitahuan tentang adanya bencana. Masyarakat Lampung tidak mempercayai sistem penaggalan seperti halnya pada masyarakat Jawa yang bergantung pada sistem penanggalan dan pembacaan rasi bintang saat memulai masa bertani.

3.4.2 Fokus Kebudayaan Lampung
Hasil wawancara dari narasumber kami, yaitu Bapak Herianto yang memang asli penduduk Lampung mengatakan suatu unsur yang mendominasi dari kebudayaan ini adalah Sistem upacara adat dan Sistem Kesenian. Sistem upacara adat yang terdiri dari sistem dan tata cara perkawinan, pengangkatan gelar kepala adat, upacara penyambutan tamu yang di lengkapi dengan tari-tarian seperti tari cangget. Serta norma adat yang mengikat terutama bagi suku Lampung Pedalaman, jika melanggar norma adat akan diberi denda bahkan sampai di usir dari kelompoknya. Secara tidak langsung sistem kesenian terutama tari-tarian (tari cangget) dan sastra yang mendominasi merupakan dampak dari sistem upacara adat yang menyertakan tari-tarian dan pantun sebagai media atau bagian dari upacara adat.
3.4.3 Etos Kebudayaan Lampung
“Tidak berbeda dari daerah Sumatra lainnya, watak penduduk Lampung terutama daerah Pedalaman adalah keras kepala, terlihat kasar atau membentak saat berbicara tetapi tidak bermaksud marah.”, tutur Bapak Herianto. Watak lainnya adalah setia kawan yang kental sekali diindentifikasikan dengan sifat yang sosialis, bersilahturahmi dan ramah menyambut tamu, memiliki piil pusanggiri; harga diri yang tinggi apalagi jika memiliki gelar, dan suka bergotong royong atau istilah dalam bahasa Lampung sakai sambaian.

3.4.4 Perubahan atau Pergeseran Budaya Lampung
Perubahan budaya yang terjadi pada saat ini terlihat jelas pada sistem religi. Menurut Bapak Herianto, masyarakat Lampung pada saat ini didominasi oleh agama Islam, serta agama minoritas dari pendatang seperti Kristen, Budha, Katholik. Tidak lagi memiliki kepercayaan dinamisme seperti para leluhurnya dahulu. Perubahan cara berpakaian mengikuti perkembangan zaman, tidak lagi menggunakan pakaian adat kecuali pada acara-acara khusus seperti perkawinan. Soal perkawinan tidak lagi dibatasi mencari pasangan yang satu suku, bebas memilih pasangan dari luar. Namun banyak pula kebudayaan yang masih bertahan. Diantaranya adalah sistem kesenian dan kekerabatan. Sampai sekarang, Pemda Lampung masih berusaha melestarikan kesenian Lampung seperti tari-tarian daerah maupun seni sastra, yang setiap tahun diadakan festivalnya. Menurut Bapak Herianto, upacara perkawinan masyarakat Lampung yang cukup rumit juga tetap dijalankan secara lengkap sampai sekarang.


BAB IV
KESIMPULAN

Dari penelitian mengenai kebudayaan Lampung, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya:
4.1 Perubahan Kebudayaan
Seiring jalannya waktu, beberapa unsur kebudayaan Lampung mengalami pergeseran diantaranya unsur religi berupa perubahan agama yang dianut, dari kepercayaan dinamisme dan Hindu menjadi mayoritas beragama Islam. Dari segi perlengkapan hidup, sebagian besar masyarakat Lampung telah menyesuaikan dengan perubahan zaman dengan mengganti peralatan-peralatan hidupnya menjadi lebih modern dan praktis. Pakaian adat yang digunakan sebagai pakaian sehari-hari juga mulai dititnggalkan.

4.2 Perbedaan Data Primer dan Sekunder
Dalam penelitian ini digunakan dua macam metode pengumpulan data berupa studi pustaka dan wawancara. Hasil dari kedua metode ini menunjukkan sedikit perbedaan. Perbedaan tersebut tampak pada fokus kebudayaan. Menurut data pustaka yang kami temukan, unsur kebudayaan masyarakat Lampung yang paling dominan adalah bahasa. Bahkan sastra Lampung dianggap salah satu kesenian yang paling dibanggakan oleh masyarakat Lampung. Sedangkan menurut hasil wawancara kami, Bapak Herianto berpendapat bahwa fokus kebudayaan Lampung terletak pada sistem upacara adat dan keseniannya.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Ridjal Kapita. 2001. Study Guide: Cultural Anthropology. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi The London School of Public relations Jakarta.
http://akademilampung.wordpress.com/2008/01/20/arsitektur-tradisional-lampung/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebudayaan
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lampung
http://regionalinvestment.com/sipid/id/bataswilayah.php?ia=18&is=35
http://ulunlampung.blogspot.com/2007/02/nasib-bahasa-lampung.html
http://ulunlampung.blogspot.com/2007/10/tradisi-lisan-lampung-yang-terlupakan.html
http://ulunlampung.blogspot.com/2007/12/sekilas-tentang-adat-lampung.html
http://uun-halimah.blogspot.com/2008/04/jangat-lampung.html
http://wisata.multiply.com/notes/item/8
http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2003/0828/wis04.html
http://www.visitlampung.com/?pilih=profil&mod=yes